Idul Adha-ku

Kali ini takbiran idul adha hanya bergema dalam dada saja. Sejauh mata memandang, dari ketinggian bukit tempat tinggal tak tampak satupun kubah masjid. Di muka atau di belakang, bangunan keagamaan yang tampak hanyalah gedung dengan tanda salib. Lalu dalam kesendirianku ini terbersit tanya, apakah aku masih bagian dari umat Islam? Atau aku seperti sehelai rambut yang tercabut dari kepala?Ada keinginan untuk mencari kawan, mungkin saja ada mesjid di Kota Gwangju dan ada orang yang melaksanakan Idul Adha. Tapi dalam suhu sedingin ini, di hari kerja pula, kawan mana yang bisa kuajak berjalan-jalan? Akhirnya kunikmati saja keterpisahan ini. Dan gemuruh takbiran di dada saja cukuplah.

Lalu kubayangkan seorang muslim yang lain, berdiri di sudut bumi yang lain, sendiri. Mungkin di Amerika sana, Australia, atau di Antartika sana? Masih umat Islamkah mereka? Dapatkah kerumunan masa yang sedang wukuf di Arafah sana merasakan keterasingan kami?

Idul Adha, seperti juga Idul Fitri, adalah waktu dimana ummat akan berkumpul, bercerita dan berbagi. Berkorban dan menerima korban. Dikala itulah terasa bagaimana nikmatnya hidup bersama dan alam kebersamaan.

Dari sini, saya bisa melihat ummat Islam bergembira. Saya bisa melihat mereka saling berbagi dan saya seolah turut merasakan bahagia karena memang bagian dari mereka. Hanya saja saya tak ada bersama mereka. Kurangkah kebahagiaan mereka? Saya yakin tidak. Hilangkah rasa kebersamaan saya, saya yakin juga tidak. Lalu pertanyaannya, perasaan apa ini yang membuat hati saya menjadi terikat kuat dengan mereka? dengan kemeriahan Idul Adha?Apakah seandainya saya bukan seorang muslim dari Indonesia—yang dibesarkan dalam tradisi Idul Adhanya memang selalu meriah—, juga akan menyimpan perasaan bahagia yang sama? Kerinduan yang sama?

Lalu saya teringat sebuah kata, Ummatan wahidah. Ummat yang disatukan oleh sebuah keyakinan. Inilah sumber rasa itu. Bersama atau terpisah, itu hanya soal waktu dan tempat. Dan kenyakinan ternyata tak mengenal itu. Allah, Muhammad…Sebuah sumber yang dahsyat!!

Dan aku terpalu

Dalam zikir

Lidahku kelu

Deaju, 8/12/08

Tinggalkan komentar